SEPERTI
MAMA MARAH
Nurlaila
Tussubha, S.PdI
Guru
TK Kota Padang Panjang
Hari ini aku memberi hadiah bacaan buku baru kepada teman-teman kecilku, “cerdas mengelola emosi anak usia dini”. Anak-anak di kelasku seneng sekali jika dibacakan buku cerita.
Setelah
salam, berdoa, dan bercakap-cakap, aku sampaikan, "bu guru membawa hadiah
buku baru...." "Horeee!!!" Mereka bergembira. Belum kumulai
menanyakan gambar apa, sebagian anak telah menebaknya. "Marah! Mama
marah!"
“Emmm...
teman-teman, coba lihat. Bismillahirrrahmanirrahiiimmm...” kubuka plastik pembungkus
buku baru. Siapa tahu, ini gambar apa?
"Maraaah!"
Sebagian anak bersorak.
"Oh
iya? Siapa yang marah?" Tanyaku.
"Mamaaaa!
Mama maraaaah!!!" Jawab mereka.
Ah,
yang benar....
Benaaaar!
Kompak mereka.
Tapi
ada salah satu anak perempuan yang sudah mengenal bunyi huruf awal, menunjukkan
wajah ketidak setujuannya. “Coba perhatikan mulut bu guru!!!” ajakku.
"Mmmmmmammmma.
Ayo tirukan! Mmmmammmma. “Huruf awalnya gimana bunyinya?" Tanyaku
"Mmmmmmmmmmm...."
bagi yang sudah mengenal bunyi, mereka menjawab sambil merapatkan kedua bibir
dengan mengeluarkan suara seperti bersenandung. Mmmmmmm!!!!
"Mmmmmmmmm,
itu bunyi huruf apa?"
"Emmmmmmm!!!!"
Nah,
coba lihat tulisan di buku ini.
Huruf
awalnya apa?
Beberapa
anak menjawab, "aaaaaaa!!!!!"
A?
Sama gak dengan em?"
"Tidaaaaaak!!!!!
Sesudah
a huruf apa"
"Kaaaaaaaa"
Lalu?
"Uuuuuuu"
Bunyinya?
"Kuuuuuuuu"
Coba
dari awal, sambil jari telunjukku menunjuk ke huruf judul buku. Anak-anak
yang sudah mengenal bunyi dan huruf, perlahan setengah ragu, menyebut,
"aaaaakuuuuuu..." mereka sambil tersenyum. Sepertinya kaget. Kok
berbeda dengan bunyi em.
"Loh!
Aku?" Jariku kutujukan ke dadaku sendiri. A ku. Aku. Bukan mama kan?
Mereka
semua tertawa. “Aku maraaaaaah!!!" Kata mereka.
“Tunggu
dulu, sayang... Kita coba lagi....” Kulanjutkan menunjuk huruf berikutnya.
“Huruf
apa ini?"
“Teeeeeeee!
Iiiiiiiiiiiiiiiii! Tiiiiiiiiiiiii!”
“Hebat!
Seterusnya?”
“Deeeeeeee!
Aaaaaaaaaaa!”
“Kita
ulang yooook!”
“Tiiiiidaaaaaaaa!
“Ada
huruf terakhir, yang punya kaki. Huruf apa hayoooo!”
“Ekkkkkkaaaa!
“Jadinya?”
Aku membantu menyebutkannya, “dak. Tiiiiidak!”
Tidak
maraaaaahhh! Aku tidak maraaaaahhhh!!!!!
Masih
juga kata-kata marah yang disebut. Sepertinya, marah menjadi menu sehari-hari
nih... Perlahan kuselami daya pikir dan minat mereka terhadap literasi
dalam mencintai bacaan. Meningkatkan kecerdasan berbahasa mereka dalam membaca
gambar, mengungkapkan ide dan pendapat, maupun mengenal bunyi huruf dan suku
kata.
Akhirnya
sampai habis kata terakhir, terbaca semua kata dengan judul yang tertulis, “Aku
tidak berteriak”.
Sebelum
kubacakan nyaring isi buku, aku masih penasaran. Dibenakku masih menari-nari
mencari jawaban. Mengapa anak-anak menyebutkan itu gambar mama marah? Dengan
terpaksa ditengah-tengah membaca buku, kulontarkan pentanyaan.
“Teman-teman,
mengapa teman-teman mengatakan itu gambar mama marah?” Mereka tersenyum. Sambil
kukurangi volume suaraku, “emang, mama suka marah, ya?” Mereka saling memandang
kawan sambil tersenyum.
Ok,
senyum mereka menunjukkan keraguan. Karena hati mereka pasti mengakui bahwa
yang paling sayang kepada mereka adalah mamanya. Apalagi sering aku bercerita
kisah jasa mama. Lalu kutanya, "mama siapa yang biasanya marah?" aku
menanyakan sambil tersenyum. Dari 15 anak, hampir semua angkat tangan. Yang
tidak angkat tangan, hanya satu orang. Kudekati dan kutanya, "Zahra, mama
tidak pernah marah, nak?" Ia geleng kepala, lalu menjawab,
"tidak."
MasyaAllah...
pantas sekali. Zahra selalu tersenyum. Dijauhi temannya, diganggu
temannya, setiap hari hanya tersenyum. Ceria dan semangat. Menurut pengamatan
saya sebagai gurunya, Zahra tidak pernah menyakiti temannya. Anak seperti Zahra,
yang hebat tentu mamanya.
Lalu
kubacakan cerita dalam buku tersebut. Anak-anak sangat antusias, penasaran
dan.... hanyut dalam samudera kasih sayang... Kasih sayang kepada mama yang
selalu sabar dan sayang kepada anak. kusampaikan sebenarnya mama tidak marah,
tapi karena sayang kepoada anak, dan selalu menginginkan agar anak mama
selamat.
Makanya
anak tidak boleh berteriak kepada mama. Sebagaimana Q.S Al-'Isrā' :23 - Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.
Dari
kisah tersebut, didapat pelajaran indah, bahwa orang tua berperan besar dalam
proses mengasah kecerdasan spiritual, sosial emosional serta intelektual
anak. Intonasi dan bahasa tubuh sangat mempengaruhi sosial emosional anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar