Senin, 24 Januari 2022

MAMA MARAH

SEPERTI MAMA MARAH

 

Nurlaila Tussubha, S.PdI

Guru TK Kota Padang Panjang

Hari ini aku memberi hadiah bacaan buku baru kepada teman-teman kecilku, “cerdas mengelola emosi anak usia dini”. Anak-anak di kelasku seneng sekali jika dibacakan buku cerita.

Setelah salam, berdoa, dan bercakap-cakap, aku sampaikan, "bu guru membawa hadiah buku baru...." "Horeee!!!" Mereka bergembira. Belum kumulai menanyakan gambar apa, sebagian anak telah menebaknya. "Marah! Mama marah!"

“Emmm... teman-teman, coba lihat. Bismillahirrrahmanirrahiiimmm...” kubuka plastik pembungkus buku baru. Siapa tahu, ini gambar apa?

"Maraaah!" Sebagian anak bersorak.

"Oh iya? Siapa yang marah?" Tanyaku.

"Mamaaaa! Mama maraaaah!!!" Jawab mereka. 

Ah, yang benar....

Benaaaar! Kompak mereka.

Tapi ada salah satu anak perempuan yang sudah mengenal bunyi huruf awal, menunjukkan wajah ketidak setujuannya. “Coba perhatikan mulut bu guru!!!” ajakku.

"Mmmmmmammmma. Ayo tirukan! Mmmmammmma. “Huruf awalnya gimana bunyinya?" Tanyaku

"Mmmmmmmmmmm...." bagi yang sudah mengenal bunyi, mereka menjawab sambil merapatkan kedua bibir dengan mengeluarkan suara seperti bersenandung. Mmmmmmm!!!!

"Mmmmmmmmm, itu bunyi huruf apa?"

"Emmmmmmm!!!!"

Nah, coba lihat tulisan di buku ini.

Huruf awalnya apa?

Beberapa anak menjawab, "aaaaaaa!!!!!"

A? Sama gak dengan em?"

"Tidaaaaaak!!!!!

Sesudah a huruf apa" 

"Kaaaaaaaa"

Lalu?

"Uuuuuuu"

Bunyinya?

"Kuuuuuuuu"

Coba dari awal, sambil jari telunjukku menunjuk ke huruf judul buku. Anak-anak yang sudah mengenal bunyi dan huruf, perlahan setengah ragu, menyebut, "aaaaakuuuuuu..." mereka sambil tersenyum. Sepertinya kaget. Kok berbeda dengan bunyi em.

"Loh! Aku?" Jariku kutujukan ke dadaku sendiri. A ku. Aku. Bukan mama kan?

Mereka semua tertawa. “Aku maraaaaaah!!!" Kata mereka.

“Tunggu dulu, sayang... Kita coba lagi....” Kulanjutkan menunjuk huruf berikutnya.

“Huruf apa ini?"

“Teeeeeeee! Iiiiiiiiiiiiiiiii! Tiiiiiiiiiiiii!”

“Hebat! Seterusnya?”

“Deeeeeeee! Aaaaaaaaaaa!”  

“Kita ulang yooook!”

“Tiiiiidaaaaaaaa!

“Ada huruf terakhir, yang punya kaki. Huruf apa hayoooo!”

“Ekkkkkkaaaa!           

“Jadinya?” Aku membantu menyebutkannya, “dak. Tiiiiidak!”

Tidak maraaaaahhh! Aku tidak maraaaaahhhh!!!!!

Masih juga kata-kata marah yang disebut. Sepertinya, marah menjadi menu sehari-hari nih... Perlahan  kuselami daya pikir dan minat mereka terhadap literasi dalam mencintai bacaan. Meningkatkan kecerdasan berbahasa mereka dalam membaca gambar, mengungkapkan ide dan pendapat, maupun mengenal bunyi huruf dan suku kata.

Akhirnya sampai habis kata terakhir, terbaca semua kata dengan judul yang tertulis, “Aku tidak berteriak”.

Sebelum kubacakan nyaring isi buku, aku masih penasaran. Dibenakku masih menari-nari mencari jawaban. Mengapa anak-anak menyebutkan itu gambar mama marah? Dengan terpaksa ditengah-tengah membaca buku, kulontarkan pentanyaan.

“Teman-teman, mengapa teman-teman mengatakan itu gambar mama marah?” Mereka tersenyum. Sambil kukurangi volume suaraku, “emang, mama suka marah, ya?” Mereka saling memandang kawan sambil tersenyum.

Ok, senyum mereka menunjukkan keraguan. Karena hati mereka pasti mengakui bahwa yang paling sayang kepada mereka adalah mamanya. Apalagi sering aku bercerita kisah jasa mama. Lalu kutanya, "mama siapa yang biasanya marah?" aku menanyakan sambil tersenyum. Dari 15 anak, hampir semua angkat tangan. Yang tidak angkat tangan, hanya satu orang. Kudekati dan kutanya, "Zahra, mama tidak pernah marah, nak?" Ia geleng kepala, lalu menjawab, "tidak."

MasyaAllah... pantas sekali.  Zahra selalu tersenyum. Dijauhi temannya, diganggu temannya, setiap hari hanya tersenyum. Ceria dan semangat. Menurut pengamatan saya sebagai gurunya, Zahra tidak pernah menyakiti temannya. Anak seperti Zahra, yang hebat tentu  mamanya.

Lalu kubacakan cerita dalam buku tersebut. Anak-anak sangat antusias, penasaran dan.... hanyut dalam samudera kasih sayang... Kasih sayang kepada mama yang selalu sabar dan sayang kepada anak. kusampaikan sebenarnya mama tidak marah, tapi karena sayang kepoada anak, dan selalu menginginkan agar anak mama selamat.

Makanya anak tidak boleh berteriak kepada mama. Sebagaimana Q.S Al-'Isrā' :23 - Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

 

Dari kisah tersebut, didapat pelajaran indah, bahwa orang tua berperan besar dalam proses mengasah kecerdasan spiritual, sosial emosional serta intelektual anak. Intonasi dan bahasa tubuh sangat mempengaruhi sosial emosional anak.

 

 



Jumat, 21 Januari 2022

Detik-detik melahirkan

 




Alhamdulillah... Allahuakbar.

Jabatan baru dalam meraih rahmat dan ridho Allah swt.


Ayah dan ibu.

Jabatan yang diperoleh seseorang melalui perjuangan hidup untuk ikhlas, ridho dan sabar, terutama syukur.


Ikhlas bahwa apapun yang terjadi adalah qodarullah.


Ridho karena Allah telah memilih diri menjadi hamba yang dikehendaki untuk beriman, berislam, diberi pasangan hidup yang halal.


Sabar karena dalam menjalani hidup pasti ada hal yang kadang kala tidak sesuai yang diinginkan hati. Adakala bahagia, adakala sedih, adakala cukup, adakala kurang, adakala sehat adakala sakit. Adakala aman, adakala terancam dari rasa nyaman.


Syukur karena pertaruhan nyawa ini Allah beri kemenangan. 

Anakku...

Perjuangan kalian sudah cukup.

Niat dan tekat kalian untuk melahirkan secara normal, persiapan secara fisik, pengetahuan yang datang pada saat yang tepat tentang perkembangan otak bayi yang melahirkan normal, dan kesiapan mental, serta tawakkal kalian, telah berada dipuncak ikhtiyar.


Posisi bayi yang sungsang, dililit tali pusat. Tensi yang meninggi, tanggal 7 Januari 130, tanggal 12 Januari 140, dan tanggal 19 Januari 160, rasa sakit kepala yang menimpa sudah tiga hari, membuat kami sempat trauma, karena pengalaman yang pernah terjadi.

Air ketubanpun telah mengalir sedikit demi sedikit, kontraksi yang belum datang dengan teratur, informasi dokter yang kemungkinan melahirkan normal sangat kecil dan beresiko.

Orang tua jauh, mama di Mesir, umi di Padang, tak ada keluarga boleh menemani dalam ruang rawat inap, hanya suami yang diizinkan, ditambah harus puasa karena akan operasi.

Rasa khawatir, cemas, harap, berpadu terus menggebu.

Mbah putri pun bersujud memohon dengan deraian air mata. Semua berdoa dan berpasrah merengek dan mengemis keselamatan pada sang Kuasa. 


Akhirnya, Allahuakbar. Alhamdulillah...

Proses operasi berjalan sangat cepat. 

Harus terus syukur, syukur dan syukur.

Allah selamatkan 

Allah mudahkan.

Allah lancarkan.

Allah kirim pertolongan.

"Allah melahirkan kamu dari perut ibumu" dengan caraNya.

Selamat sang ibu dan si jabang bayi.

Tiada habis puji bagi Allah.

Tiada mampu menghitung nikmat.

Alhamdulillah... 

Telah lahir seorang hamba Allah, bayi laki-laki di Samarinda, tepat pada jam 15.05 WITA.


Sesaat setelah melahirkan, drama belum usai.

Tensi naik lagi hingga pada angka 180.

Masih harus terus memohon pertolongan dan merayu Allah semata. Tiada seorangpun yang mampu tanpa izinNya.


Alhamdulillah... Semua diselamatkan... Allahuakbar.

Pertaruhan nyawa ini telah kau lalui, putriku...

Allah telah memilihmu menjadi ibu.

Jabatan sejati seorang perempuan menurutku.

Terus dan terus bersyukurlah.

Puji dan pujilah Allah tiada henti.

Bertasbih dan memohonlah ampunan, rahmat dan ridhoNya, atas kemenangan ini.


Bang Ridho, anakku...

Kamu telah menjadi ayah.

Amanah dipundakmu tiada kau mampu, kecuali bersama Dia yang maha kasih.

Jagalah dirimu dan keluargamu, dari api neraka.

Semoga Allah terus menunjukimu, membersamaimu dan keluargamu dalam meniti hidup ini menuju haribaanNya...

Alhamdulillah....

ربنا هب لنا من الصلحين لنكون من الشاكرين

Bismillah menjadi keluarga yang lengkap.

Minggu, 16 Januari 2022


DAWUH MBAH MAIMUN DALAM MENCARI ISTRI


https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fwww.laduni.id%2Fpanel%2Fthemes%2Fdefault%2Fuploads%2Fpost%2Ftips_memilih_istri.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Fwww.laduni.id%2Fpost%2Fread%2F57924%2Fdawuh-kh-maimoen-zubair-tips-memilih-istri&tbnid=fmbKQb6u3vTVfM&vet=1&docid=bGhrbx8c46H6uM&w=400&h=260&itg=1&source=sh%2Fx%2Fim

Terjemah dari "Dawuh Mbah Maimun Zubeir dalam mencari istri, sebagai berikut:

Kalau memilih istri itu jangan yang matrialis.

Karena seberapa kesolehan anakmu tergantung seberapa soleh ibunya.

Sahabat Abbas itu memiliki istri yang tidak suka berhias, hingga sahabat Abbas malu jika keluar dengan istrinya. Tapi beliau memiliki anak alimnya poll (sangat alim), yaitu Abdullah bin Abbas.

Sayyidina Husein punya istri anaknya raja Rustam (raja Persia). Walaupun asalnya putri raja, sesudah menjadi istri sayyidina Husein tidak begitu tertarik dengan duniawi. Makanya memiliki anak Bernama Ali Zainal Abidin bin Husein, orang yang paling alim dari keturunan Nabi Muhammad saw.

Kyai-kyai Sarang alim-alim seperti itu karena nenek-neneknya suka berpuasa.

Syeh yasin Al Fadani (ulama asal Padang yang tinggal di mekkah) itu punya istri pinter dagang, punya anak dua, yang satu ahli bangunan, satunya lagi kerja di transportasi. Semua anaknya tidak ada yang emneruskan dakwah syeh Yasin.

Dalam alquran Nisaukum khartsullakum. Istrimu ladang bagimu.

Bagaimanapun bagusnya bibit, tapoi jika tanah ladangnya tidak bagus, tidak akan menghasilnkan padi yang bagus.

Intinya bisa memiliki anak yang alim, jika istrinya TIDAK MATERIALIS DUNIAWI, DAN BERKHIDMAT FULL DENGAN SUAMI.

Jika kamu meilih istri pandai dunia, kamu harus berani tirakat.

Jika tidak berani tirakat, ya carilah istri yang ahli dzikir, kamu yang mikir dunia alias kerja.

Wallahualam bissowab.


Semoga manfaat bagi yang tidak faham bahasa Jawa.

 

 

 

Kamis, 13 Januari 2022



                                                         PAUD ITU PENTING          
          Pendidikan yang sangat fundamental dan membutuhkan perhatian bersama adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pandemi covid-19 mengajarkan kepada orang tua betapa  sangat dibutuhkannya dan tidak mudah mendidik anak usia dini. Guru anak usia dini menjadi sosok yang sangat dirindukan. Penampilan, keramahan, pendekatan yang bersahabat dan kasih sayang, sentuhan, pelukan, nyanyian, cerita dan tepuk, menjadi alasan mengapa anak usia dini lebih suka belajar bersama bu guru di sekolah.

Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia sejak lahir hingga delapan tahun (Unesco, 2012). Ki Hajar Dewantara menyebutkan anak usia dini adalah anak dibawah usia tujuh tahun, yang berada pada masa peka (gevoelige periode). Pada usia tersebut anak berada pada masa keemasan atau golden age. Artinya adalah pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia dini berjalan sangat pesat. Perkembangan otak anak mengalami lompatan yang luar biasa. Ibarat spons, apa saja yang diberikan, akan diserap anak dan akan berdampak pada saat dewasa kelak.

Menurut Montessori masa usia dini memiliki masa kritis. David Sousa menyebutnya sebagai jendela kesempatan. Artinya masa itu terjadi sangat singkat dalam rentang kehidupan manusia, berjalan pesat pada waktu tertentu dan akan mati serta tidak akan muncul lagi bila tidak diberi kesempatan untuk berkembang tepat pada waktunya. Anak usia dini juga disebut sebagai peniru ulung dan selalu ingin mencoba hal baru. Sementara itu anak usia dini belum tahu mana yang baik mana yang buruk, mana yang salah dan mana yang benar.

Karena itu mendidik anak usia dini bukan hanya pada aspek kognitif saja. Apa yang dilakukan dan ditirukan anak usia dini membutuhkan pendampingan dan control dari orang dewasa, agar anak memiliki kebiasaan yang sesuai nilai agama dan moral masyarakat. Theodore Roosevelt mengemukakan, bahwa mendidik seseorang hanya dalam aspek kecerdasan otak, bukan pada aspek moral, adalah ancaman marabahaya dalam masyarakat.

Perpres Nomor 60 Tahun 2013 tentang PAUD HI (Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif) yaitu upaya pengembangan anak usia dini yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan esensial anak yang saling terkait satu sama lain, dan terintegrasi. Untuk melaksanakan ketentuan pada Perpres tersebut dibentuklah Peraturan Menko bidang Kesejahteraan Rakyat No 6 Tahun 2014 tentang Sub Gugus Tugas PAUD HI yang dioptimalkan pelaksanaannya dengan Permenko Bidang Pembanguna dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2019.

 Layanan PAUD HI di satuan PAUD meliputi pendidikan, kesehatan, gizi dan perawatan, pengasuhan, perlindungan, dan kesejahteraan. Pendidikan anak usia dini bukan sekedar tanggung jawab guru di sekolah, namun melibatkan banyak pihak terkait.

Berdasarkan perpres di atas, menunjukkan betapa PAUD itu penting. Orang tua berperan besar dalam membentuk anak diusia emas Semenjak awal kehamilan sampai 1000 hari pertama kehidupan yakni sampai usia dua tahun, bahkan menurut ahli perkembangan otak sampai anak usia tiga tahun. Kebutuhan nutrisi yang halal, sehat dan seimbang serta stimulasi perkembangan otak harus dipenuhi dengan baik.

Guru atau pendidik anak usia dini yang berkualitas juga menjadi penentu kesuksesan anak diusia emas. Memberikan pelayanan, menyediakan sarana dan prasarana untuk menstimulasi aspek tumbuh kembang anak usia dini dalam mewujudkan sekolah ramah. Pengukuran berat tinggi badan serta lingkar kepala anak secara rutin, diharapkan dapat memantau kesehatan anak dan menghindari stunting lebih dini.

Seluruh pihak yaitu orang tua, sekolah dan masyarakat yang didukung oleh pemerintah melalui instansi terkait dalam satgas PAUD-HI, yang didukung oleh organisasi mitra PAUD (IGTKI, HIMPAUDI dan IGRA), diharapkan bergerak bersama melayani anak usia dini. Menjaga kesehatan, memberikan pendidikan sesuai dengan tahapan usia dan kematangan anak, memberikan pengasuhan positif, melindungi dan menjaga keselamatan anak dari bahaya, ancaman dan kekerasan fisik maupun psikhis, serta memperhatikan kesejahteraan.

Hal yang juga menjadi perhatian utama adalah cara belajar anak usia dini berbeda dengan orang dewasa. Dunia anak usia dini adalah bermain. Menurut Froebel, bermain adalah kegiatan yang menyenangkan, berpusat pada anak, dan fleksibel. Interaksi sosial dalam permainan dapat meningkatkan perkembangan intelektual, sosial, emosional juga spiritual.

PAUD itu penting, harus terus dimasyarakatkan. Peran media sosial baik cetak maupun elektronik sangat dibutuhkan, agar terwujud generasi emas Indonesia, yang beriman, sahat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia.