BELAJAR MENJADI GURU
KEPADA IBUNDA RAHMAH ELYUNUSIYYAH
DINIYYAH PUTERI PADANG PANJANG
Sosok perempuan yang sangat dalam ilmunya, mulia akhlaknya, kuat kepribadiannya, tinggi perjuangannya, semangat tekadnya, sehat jasmani rohaninya, cemerlang idenya, beliau adalah ibunda Rahmah el Yunusiyah. Pendiri sekaligus pimpinan pertama perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang - Sumatera Barat.
Sampai menjelang satu abad berdirinya Diniyyah
puteri seakan belum ditemui tokoh seperti bunda Rahmah. Karena memang zaman dan
situasi telah berbeda. Dedikasi beliau dalam menebar ilmu dan kepedulian
terhadap kaum wanita sungguh luar biasa.
Sosok teladan bagi perempuan Minangkabau dalam menuntut
ilmu yang tinggi, belajar dan berkarya. Ketinggian ilmu beliau tidak terikat
oleh tempat dan waktu. Meskipun beliau tidak mengenyam pendidikan di perguruan
tinggi, namun kiprahnya diakui oleh dunia. Mendirikan sekolah Isalm bagi kaum puteri
pertama di Asia bahkan dunia. hingga beliau mendapat gelar Syaikhoh dari
Universitas Al-Azhar Mesir.
Didikan sang guru melekat kuat dalam batin dan
pikiran beliau. Hal itu menjadi pengasah kecerdasan dan pengobar semangat beliau
untuk mendobrak belenggu kaum puteri dari kebodohan dan ketertindasan zaman
saat itu.
Tanggal 1 November tahun 1923 Bunda Rahmah mendirikan
Almadrosatud Diniyyaah lil Banaat (sekolah Diniyyah Puteri), pada tahun 1924 beliau
mendirikan Sekolah Menyesal. Yaitu kursus
singkat membaca huruf latin dan membaca Al-Quran bagi para ibu-ibu yang telah
menikah namun tidak mampu tulis baca.
Tahun 1926 terjadi gempa di Padang Panjang yang
menghancurkan bangunan Diniyyah puteri. Keadaan tersebut tak menjadikan beliau
surut, namun justru membangkitkan semangat untuk membangun sekolah kembali yang
lebih kuat dan permanen. Pertolongan Allah datang melalui kegigihan beliau mencari
bantuan kaum muslimin dari berbagai daerah. Berdirilah bangunan asrama Diniyyah
puteri yang masih kokoh, dan modelnya pun tetap dipertahankan hingga saat ini.
Saat para kaum perempuan Eropa menuntut gerakan
emansipasi wanita (Vrouwenemancipatie), bunda Rahmah dengan berani
menyampaikan prinsip beliau pada tahun 1934, bahwa dalam Islam tidak dibutuhkan
gerakan tersebut. Dalam Islam telah ada kepastian hukum, Islam mengangkat
derajat kaum wanita sama dengan kedudukan kaum pria. Sebagaiman terjemah surat Al-Ahzab ayat 35:
sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang
mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan
perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan
perempuan yang khusyuk, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut nama
Allah, Allah telah menyediakan bagai mereka pahala dan ampunan yang besar.
Diniyyah puteri terus berkembang dan semakin
terkenal. Para santri datang dari berbagai penjuru. Tahun 1935 telah ada alumni
Diniyyah puteri yang berasal dari kota Batavia. Dedikasi bunda Rahmah tetap menyala,
tidak rela membiarkan kaum puteri berada dalam kebodohan, apalagi kekosongan. Pada
tahun 1931 beliau mengadakan studi banding dengan mengunjungi sekolah-sekolah
agama di pulau Jawa.
Pendidikan adalah jalan satu-satunya cara untuk
memajukan pola berpikir, dan memerdekakan jiwa. Dalam terminologi Arab disebutkan,
“An-nisau imadu al-biladi. Idza soluhat soluhati al-biladu. Waidza fasadat
fasadati al-biladu”. Wanita itu tiang negara, jika baik wanitanya, maka
tegak kokohlah negara, namun sebaliknya jika rusak kaum wanitanya, maka
hancurlah negara. berkaitan dengan istilah tersebut, sangatlah relevan jika
Diniyyah puteri hadir untuk mencetak penegak dan pengokoh negara dan bangsa.
Pada 1 Februari tahun 1937 bunda Rahmah
mendirikan Kulliyyatul Muallimat el Islamiyyah (KMI), setingkat SLTA. Sebuah
sekolah untuk mencetak calon guru/pendidik. Disamping belajar agama,
pengetahuan umum, bahasa Arab dan bahasa asing, para santri juga dibekali ilmu kesehatan,
ilmu pendidikan, ilmu psikologi dan keterampilan wanita.
Bunda Rahmah el Yunusiyyah hidup dalam tiga
zaman. Zaman koloinalisme Belanda, zaman pemerintahan Jepang, dan zaman
Indonesia merdeka. Diniyyah puteri pun mengalami berbagai fase dan fungsi,
bukan saja menjadi sekolah, namun juga sebagai dapur umum dan rumah sakit bagi
korban perang maupun korban kecelakaan.
Bunda Rahmah turut berjuang dengan
menyediakan kebutuhan makanan para prajurit. Beliau juga belajar ilmu Kesehatan
berupa ilmu kebidanan. Disamping itu, beliau juga mempelopori berdirinya TKR (Tantara
Keamanan Rakyat), pada 2 Oktober 1945.
Kehebatan beliau sebagai guru dalam mendidik,
mencetak, menempa dan membentuk jiwa-jiwa para kaum puteri sebagai guru dan
tokoh masyarakat, terlihat dari para alumni dan pimpinan sesudah beliau.
Diantara murid beliau adalah: Pimpinan Diniyyah
puteri kedua, Ibunda Hj. Isnaniyah Saleh (1969-1990). Sosok yang gigih, tegas
dan berpendirian kuat. Mendirikan PGTK yaitu sekolah bagi calon guru TK/PAUD pada
tahun 1982. Sekolah yang mendalami betapa pentingnya fase golden age, yang
harus ditangani oleh guru-guru yang berpendidikan agama, berpengetahuan luas
dan terampil.
Ibunda Hj. Hasniah Saleh kakak dari ibu
Isnaniyah Saleh, rumah beliau di Cisadane Jakarta, banyak sekali kitab dan buku-buku
saat belajar di Diniyyah puteri yang berbahasa asing (Arab, Inggris dan
Belanda). Ibunda Hj. Husainah Nurdin Pimpinan Diniyyah Puteri ketiga (1990-1996) sekaligus guru, juga sosok
yang tinggi ilmu. Ibu Rasuna Said sebagai pahlawan nasional. Ibu Tinur M. Nur
sebagai penyiar RRI tahun 1945 di Yogyakarta. Ibu Aisyah Amini anggota DPR/MPR
RI tahun 1977-1997, pemimpin komisi Hankam selama 10 thun, dan tokoh politik
Indonesia yang bergelar singa podium. Ibu Tan Sri Aishah Gani Menteri Sosial
Malaysia tahun 1973-1984, Ketua wanita UMNO Malaysia tahun 1972-1984.
Alumni berikutnya adalah Ibu H. Halimah Syukur
(pendiri dan pimpinan Diniyyah Puteri Lampung), Ibu H, Rosmaini, M.Pd. (pendiri
dan pimpinan Diniyyah Al-Azhar Jambi), H. Surya Taher Lc (pendiri At Tahiriyah
Jakarta), Ibu Hj. Ema Yohana (Anggota DPR RI), Ibu Nurhayati Subakat (pendiri
kosmetik halal Wardah,) serta masih banyak tokoh masyarakat, dosen, dan guru
yang memajukan bangsa dan negara ini.
Perjuangan dan cita-cita bunda Rahmah yang
terkenal itu, karena memiliki landasan idiil yaitu: 1) Al-Quran dan sunnah; 2)
Memperjuangkan terciptanya suatu masyarakat islam yang berakhlak mulia dengan
mengangkat derajat kaum wanita ke tempat yang sewajarnya sesuai dengan ajaran
islam; 3) Cara beliau untuk mencapai cita-cita ialah dengan melalui Pendidikan
dan dakwah; 4) Untuk pedoman dalam melaksanakan Pendidikan, beliau telah
menggariskan tujuan pada perguruan Diniyyah Puteri.
Tujuan pendidikan Diniyyah Puteri tersebut
adalah: membentuk puteri yang berjiwa Islam dan ibu pendidik yang cakap dan
aktif serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air
atas dasar pengeabdian kepada Allah Subhanahu wa Taala. Tujuan tersebut pada selalu
dibaca dan ditirukan setiap upacara dan setiap ada kegiatan organisasi. Agar
para santri menyadari bahwa dengan bersekolah di Diniyyah puteri akan menjadi
pendidik sejati.
Pengertian ibu pendidik dalam tujuan tersebut
adalah: secara primer adalah ibu pendidik dalam rumah tangga (sesuai dengan
fitrah wanita yaitu menjadi ibu rumah tangga); Secara sekunder yaitu ibu
pendidik bagi murid-murid di sekolah bagi yang berbakat menjadi guru; Secara
tertier adalah ibu pendidik dalam masyarakat yaitu menjadi pemimpin wanita
(dalam organisasi atau Lembaga social) dan menjadi muballighat atau daiyah.
Belajar menjadi
guru atau pemimpin dari bunda Rahmah, banyak sekali yang dapat diteladani dari
beliau. bunda Rahmah memiliki ide, cerdas, menginspirasi, mampu menggerakkan,
terjun langsung, menjadi teladan bagi murid maupun anggota yang dipimpinnya.
Alumni Diniyyah puteri diharapkan membekali
diri sebagai pribadi yang dapat mendidik dan memimpin diri sendiri, mendidik
keluarga, mendidik murid dan mendidik masyarakat sebagai amanah beliau.
Pesan Bunda Rahmah kepada para murid beliau di
antaranya adalah: “Guru itu harus tahu bahwa murid-muridnya membutuhkan yang
“baik dan banyak”. Oleh sebab itu ia sendiri lebih dahulu mempersiapkan diri
dengan yang lebih baik dan lebih banyak. Guru itu harus sanggup mencarikan gaya
dan variasi dalam menerangkan pelajaran pada muridnya sehingga pelajaran itu
menjadi hidup dalam pikiran jiwa murid-murid tersebut. Lakukan tugas mendidik
itu dengan gembira, dan penuh kesabaran, serta dengan penuh kesadaran bahwa
anda adalah dalam melaksanakan tugas suci yang dituntut oleh agama dan bangsa
kita.
Mohon maaf jika ada penulisan yang salah di koran. Seratus abad, maksud saya satu abad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar