STIMULASI
NILAI AGAMA DAN MORAL ANAK USIA DINI
DALAM MASA BELAJAR DARI RUMAH
Wacana penghapusan
mata pelajaran agama pernah terdengar. Masyarakat resah dan khawatir akan akibat
yang menimpa anak-anak. Saat ini viral kembali isu tersebut. Ada juga wacana, materi
pelajaran agama akan dilebur dengan mata pelajaran PKN. Meskipun telah diklarifikasi
dari Kemdikbud, tanggapan dan penolakan tetap saja muncul.
Pengaruh globalisasi dan melesatnya teknologi datang dan memasuki
kehidupan tanpa permisi. Ada yang positif, tapi tidak sedikit yang menggerus
keimanan dan mengakibatkan dekadensi moral generasi bangsa. Tak ada jalan lain untuk
membentengi kemerosotan moral tersebut selain melalui pendidikan agama.
Teodore Roosevelt (mantan presiden AS) menyatakan “Mendidik
seseorang hanya dalam aspek kecerdasan otak bukan pada aspek moral, adalah
ancaman marabahaya dalam masyarakat”. Sejalan dengan pernyataan tersebut penghapusan
dan peleburan pendidikan agama adalah hal yang tidak mungkin. Tujuan nasional
adalah membentuk generasi yang beriman dan bertaqwa, maka pendidikan agama
menduduki urutan teratas dalam kurikulum.
Beragama merupakan fitrah setiap manusia. Sebagaimana Firman Allah dalam
Al-Quran surat Ar-Rum:30, yang artinya “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
pada fitrah itu, …”. Dengan demikian menstimulasi nilai agama dan akhlak/moral adalah
tanggung jawab tertinggi setiap orang tua terhadap anak usia dini.
Ajaran agama mengandung keyakinan dan ketaatan. Menstimulasi nilai
agama anak berarti melatih agar anak meyakini dan menaati ajaran Allah SWT. Berdasarkan
perintah Rasulullah SAW dalam Hadits riwayat Abdu‘r Razzaq dan Sa’id, yang
artinya “ajarkanlah kebaikan kepada anak-anakmu dan keluargamu dan didiklah
mereka.”
Belajar dari rumah (BDR) seperti sekarang ini, adalah kesempatan
terbaik bagi orang tua untuk menstimulasi nilai agama dan moral anak. Mengenalkan
dan mengajak anak mengamalkan nilai agama tidaklah mudah. Cara menstimulasi
nilai agama dan moral anak, berbeda dengan aspek perkembangan lain. Nilai agama
bukanlah nilai sepuluh, atau juara kelas. Nilai agama adalah yakin dan taat. Karena
itu, orang tua harus serius dan sabar dalam mengenalkan nilai agama dan moral pada
anak usia dini.
Para ulama zaman dahulu menstimulasi nilai agama dengan mengajarkan
Al-Quran. Al-Quran menjadi dasar bagi seluruh kurikulum agama di sekolah. Abdullah
Nashih Ulwan dalam terjemah Tarbiyatu ‘l-Aulad fi ‘l- islam (Pedoman Pendidikan
Anak dalam Islam) (1981:155) menyatakan bahwa Imam Ghazali dalam Ikhya’
ulumuddin, Ibnu Khaldun, dan Ibnu Sina memberikan wasiat agar memulai pembelajaran
anak usia dini dengan Al –Quranu ‘l-Karim dan menghafalkannya, hadits-hadits
akhbar, kisah orang-orang soleh, dan beberapa hukum agama. Bagi anak usia dini
saat ini, sebelum mampu membaca Al-Quran, maka ajarkan anak dengan metode yang
termudah. Melalui Iqra’, Kibar, Al barqi, Al- Baghdadi atau lainnya. Komunikasikan
dengan guru cara mengajar metode tersebut kepada anak.
Ajarkan anak menghafal surat-surat dalam juz ‘Amma. Dengarkan
bacaan anak, meskipun pelan asalkan benar. Jangan sampai mengutamakan keindahan
suara namun menyalahi hukum tajwidnya. Pembelajaran A-Quran untuk mengasah
kekuatan keimanan, juga dapat mengembangkan kekuatan fisik, intelektual, dan
kefasihan berbahasa Arab. Sampaikan kepada anak, bahwa Al-Quran adalah mukjizat
terbesar Nabi Muhammad SAW, yang kelak akan menjadi syafaat di akhirat. Ajarkan
juga anak membaca syahadat, selawat, dan kalimat thoyibah dengan benar. Biasakan anak memulai dan
mengakhiri kegiatan dengan berdoa.
Orang tua juga dianjurkan mengenalkan adanya Tuhan Allah SWT. Caranya
adalah dengan mengenal ciptaanNya. Keberadaan tubuh anak yang lengkap, bisa
berjalan, bisa melihat adalah bukti Allah SWT itu ada dan maha Kuasa. Tunjukkan
nama dan sifat Allah Asmaul Khusna. Agar disayangi Allah, berdoalah dengan ya
Rahman. Agar diberi ilmu berdoalah ya Alim, agar diberi rejeki, berdoalah ya
Razzaq, Allah itu Maha Esa, berbeda dengan makhluk. Kenalkan nama-nama dan
kisah Nabi dan Rasul, kenalkan juga nama
malaikat dan tugasnya.
Latihlah anak menjaga kebersihan diri, dengan cara mengenalkan hadats
dan najis, cara bersuci atau toilet training dengan benar. Apalagi saat fase
normal sekarang ini, sangat diutamakan menjaga kebersihan. Karena kebersihan
sebagian dari Iman. Ajak anak menirukan cara berwudhu yang benar dan tertib.
Bawalah anak mendirikan solat dengan berjamaah ke masjid. Kenalkan anak
berpuasa. Ajak anak menemui para fakir miskin atau dhuafa, motivasi ia untuk
menyerahkan sedekah atau infaq. Latihlah anak bersyukur atas nikmat Allah, dan
sabar dalam menjalani kehendak Allah.
Keyakinan terhadap ajaran agama
yang benar, akan memunculkan akhlak/moral yang baik. Dengan taat beragama, anak
mampu membentengi diri dari godaan dalam pergaulannya.
Menurut Ibnu Jazzar Al-Qairawani dalam Megawangi (2004:28) ”Sebenarnya
sifat-sifat buruk yang timbul dari diri anak bukanlah lahir dari fitrah mereka.
Penyebabnya adalah kurangnya peringatan sejak dini dari orang tua dan para
pendidik. Semakin dewasa usia anak, semakin sulit untuk meninggalkan
sifat-sifat buruk. Jika sifat buruk sudah mengakar, maka akan sulit untuk
ditinggalkan. Maka berbahagialah orang tua yang selalu memperingati dan
mencegah anaknya dari sifat-sifat buruk sejak dini, karena mereka telah
menyiapkan dasar yang kuat bagi kehidupan anak dimasa datang.”
Sejalan dengan pendapat tersebut, hasil penelitian di Universitas
Otago, bahwa anak yang didiagnosa sebagai “uncontrollable toddlers”
(sulit diatur, pemarah dan pembangkang) pada usia 3 tahun, ternyata menjadi
remaja yang agresif, bermasalah dalam pergaulan saat usia 18 tahun. Pada usia
21 tahun mereka sulit membina hubungan dengan orang lain, dan ada yang terlibat
dalam tindakan kriminal. Anak yang sehat
jiwanya (well-adjusted toddlers) saat usia 3 tahun, ternyata menjadi
orang yang berhasil dan sehat jiwanya saat usia dewasa. Penelitian dilakukan pada
1000 anak selama 23 tahun, dari tahun 1972 di Dunedin New Zeland.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Tim Utton menyimpulkan
bahwasanya “At 3, you’re made for life” (pada usia 3 tahun, kamu
dibentuk seumur hidup). Nyatalah bahwa pembelajaran pada anak usia dini lebih
ditekankan pada pembentukan moral, yang bersumber dari keyakinan terhadap nilai
agama yang benar.
Karena itu, komposisi kompetensi pada pendidikan anak usia dini,
lebih diutamakan dalam membentuk sikap pembiasaan anak yang tumbuh dari aspek
moral anak. Menstimulasi moral anak tidak cukup sekedar teori atau perintah saja.
Karakteristik anak usia dini salah satunya adalah peniru. Anak membutuhkan
contoh dan teladan untuk ditirukan, maka orang tua harus bisa menjadi teladan
bagi anak.
Lickona (1992) mengemukakan tiga komponen karakter yang baik, moral
knowing, moral feeling dan moral action. Jika anak telah melihat dan
mengetahui kebaikan, adanya contoh dari orang tua atau guru, ia akan merasakan
kebaikan itu, lalu menjadi energi untuk menirukan
dan mewujudkan dalam tindakan. Sikap/perilaku anak harus dikawal terus menerus
dan konsisten. Jika tidak demikian, anak akan mudah ingat dan mudah hilang.
Begitu juga dalam mengelola emosi sesuai situasi.
Berilah contoh berlaku jujur, bertanggung jawab, cara patuh kepada
orang tua, cara menghormati guru, cara menyayangi, menghargai dan memaafkan
teman. Jika ada kawan disakiti oleh kawan lain, tunjukkan kepada anak rasa
empati dan peduli. Jangan biarkan anak ikut serta mentertawakan kawan yang
sedang jatuh, atau mengejek kawan yang malu.
Motivasilah anak untuk percaya diri dan berani membela kebenaran
dan cinta tanah air. Ajarkan anak ikhlas agar tidak pemarah dan bisa memaafkan,
berbicara tidak berteriak, sopan santun. Ajari anak melakukan kebaikan dari
hati, semata-mata karena cinta kepada Allah. Jangan ketika ada orang saja, atau
mengharap imbalan dan pujian orang lain. Allah cinta anak yang berbakti, Allah
cinta anak yang menyayangi teman.
Cara menstimulasi aspek nilai agama dan moral anak harus tetap
memperhatikan prinsip pendidikan anak usia dini, yaitu menyenangkan dan sambil
bermain. Sampaikan melalui bercerita, menyanyi, bersyair maupun bermain peran. Ceritakan
dengan menyentuh hati, Hargailah yang dilakukan anak, agar semakin mencintai
agama dan berakhlak mulia.
Melalui stimulasi nilai agama dan moral sejak usia dini,
diharapakan kelak menjadi generasi yang beriman dan bertaqwa.
Koran Padang Ekspres, Senin, 13 Juli 2020
Mohon saran dan masukan untuk kesempurnaan tulisan berikutnya, insyaAllah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar