Senin, 13 Juli 2020

STIMULASI NILAI AGAMA DAN MORAL


STIMULASI NILAI AGAMA DAN MORAL ANAK USIA DINI
DALAM MASA BELAJAR DARI RUMAH
  
            Wacana penghapusan mata pelajaran agama pernah terdengar. Masyarakat resah dan khawatir akan akibat yang menimpa anak-anak. Saat ini viral kembali isu tersebut. Ada juga wacana, materi pelajaran agama akan dilebur dengan mata pelajaran PKN. Meskipun telah diklarifikasi dari Kemdikbud, tanggapan dan penolakan tetap saja muncul.
Pengaruh globalisasi dan melesatnya teknologi datang dan memasuki kehidupan tanpa permisi. Ada yang positif, tapi tidak sedikit yang menggerus keimanan dan mengakibatkan dekadensi moral generasi bangsa. Tak ada jalan lain untuk membentengi kemerosotan moral tersebut selain melalui pendidikan agama.
Teodore Roosevelt (mantan presiden AS) menyatakan “Mendidik seseorang hanya dalam aspek kecerdasan otak bukan pada aspek moral, adalah ancaman marabahaya dalam masyarakat”. Sejalan dengan pernyataan tersebut penghapusan dan peleburan pendidikan agama adalah hal yang tidak mungkin. Tujuan nasional adalah membentuk generasi yang beriman dan bertaqwa, maka pendidikan agama menduduki urutan teratas dalam kurikulum.
Beragama merupakan fitrah setiap manusia. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Quran surat Ar-Rum:30, yang artinya “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia pada fitrah itu, …”. Dengan demikian menstimulasi nilai agama dan akhlak/moral adalah tanggung jawab tertinggi setiap orang tua terhadap anak usia dini.
Ajaran agama mengandung keyakinan dan ketaatan. Menstimulasi nilai agama anak berarti melatih agar anak meyakini dan menaati ajaran Allah SWT. Berdasarkan perintah Rasulullah SAW dalam Hadits riwayat Abdu‘r Razzaq dan Sa’id, yang artinya “ajarkanlah kebaikan kepada anak-anakmu dan keluargamu dan didiklah mereka.”
Belajar dari rumah (BDR) seperti sekarang ini, adalah kesempatan terbaik bagi orang tua untuk menstimulasi nilai agama dan moral anak. Mengenalkan dan mengajak anak mengamalkan nilai agama tidaklah mudah. Cara menstimulasi nilai agama dan moral anak, berbeda dengan aspek perkembangan lain. Nilai agama bukanlah nilai sepuluh, atau juara kelas. Nilai agama adalah yakin dan taat. Karena itu, orang tua harus serius dan sabar dalam mengenalkan nilai agama dan moral pada anak usia dini.
Para ulama zaman dahulu menstimulasi nilai agama dengan mengajarkan Al-Quran. Al-Quran menjadi dasar bagi seluruh kurikulum agama di sekolah. Abdullah Nashih Ulwan dalam terjemah Tarbiyatu ‘l-Aulad fi ‘l- islam (Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam) (1981:155) menyatakan bahwa Imam Ghazali dalam Ikhya’ ulumuddin, Ibnu Khaldun, dan Ibnu Sina memberikan wasiat agar memulai pembelajaran anak usia dini dengan Al –Quranu ‘l-Karim dan menghafalkannya, hadits-hadits akhbar, kisah orang-orang soleh, dan beberapa hukum agama. Bagi anak usia dini saat ini, sebelum mampu membaca Al-Quran, maka ajarkan anak dengan metode yang termudah. Melalui Iqra’, Kibar, Al barqi, Al- Baghdadi atau lainnya. Komunikasikan dengan guru cara mengajar metode tersebut kepada anak.
Ajarkan anak menghafal surat-surat dalam juz ‘Amma. Dengarkan bacaan anak, meskipun pelan asalkan benar. Jangan sampai mengutamakan keindahan suara namun menyalahi hukum tajwidnya. Pembelajaran A-Quran untuk mengasah kekuatan keimanan, juga dapat mengembangkan kekuatan fisik, intelektual, dan kefasihan berbahasa Arab. Sampaikan kepada anak, bahwa Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW, yang kelak akan menjadi syafaat di akhirat. Ajarkan juga anak membaca syahadat, selawat, dan kalimat thoyibah  dengan benar. Biasakan anak memulai dan mengakhiri kegiatan dengan berdoa.
Orang tua juga dianjurkan mengenalkan adanya Tuhan Allah SWT. Caranya adalah dengan mengenal ciptaanNya. Keberadaan tubuh anak yang lengkap, bisa berjalan, bisa melihat adalah bukti Allah SWT itu ada dan maha Kuasa. Tunjukkan nama dan sifat Allah Asmaul Khusna. Agar disayangi Allah, berdoalah dengan ya Rahman. Agar diberi ilmu berdoalah ya Alim, agar diberi rejeki, berdoalah ya Razzaq, Allah itu Maha Esa, berbeda dengan makhluk. Kenalkan nama-nama dan kisah Nabi dan Rasul,  kenalkan juga nama malaikat dan tugasnya.
Latihlah anak menjaga kebersihan diri, dengan cara mengenalkan hadats dan najis, cara bersuci atau toilet training dengan benar. Apalagi saat fase normal sekarang ini, sangat diutamakan menjaga kebersihan. Karena kebersihan sebagian dari Iman. Ajak anak menirukan cara berwudhu yang benar dan tertib. Bawalah anak mendirikan solat dengan berjamaah ke masjid. Kenalkan anak berpuasa. Ajak anak menemui para fakir miskin atau dhuafa, motivasi ia untuk menyerahkan sedekah atau infaq. Latihlah anak bersyukur atas nikmat Allah, dan sabar dalam menjalani kehendak Allah.
 Keyakinan terhadap ajaran agama yang benar, akan memunculkan akhlak/moral yang baik. Dengan taat beragama, anak mampu membentengi diri dari godaan dalam pergaulannya.
Menurut Ibnu Jazzar Al-Qairawani dalam Megawangi (2004:28) ”Sebenarnya sifat-sifat buruk yang timbul dari diri anak bukanlah lahir dari fitrah mereka. Penyebabnya adalah kurangnya peringatan sejak dini dari orang tua dan para pendidik. Semakin dewasa usia anak, semakin sulit untuk meninggalkan sifat-sifat buruk. Jika sifat buruk sudah mengakar, maka akan sulit untuk ditinggalkan. Maka berbahagialah orang tua yang selalu memperingati dan mencegah anaknya dari sifat-sifat buruk sejak dini, karena mereka telah menyiapkan dasar yang kuat bagi kehidupan anak dimasa datang.”
Sejalan dengan pendapat tersebut, hasil penelitian di Universitas Otago, bahwa anak yang didiagnosa sebagai “uncontrollable toddlers” (sulit diatur, pemarah dan pembangkang) pada usia 3 tahun, ternyata menjadi remaja yang agresif, bermasalah dalam pergaulan saat usia 18 tahun. Pada usia 21 tahun mereka sulit membina hubungan dengan orang lain, dan ada yang terlibat dalam tindakan kriminal.  Anak yang sehat jiwanya (well-adjusted toddlers) saat usia 3 tahun, ternyata menjadi orang yang berhasil dan sehat jiwanya saat usia dewasa. Penelitian dilakukan pada 1000 anak selama 23 tahun, dari tahun 1972 di Dunedin New Zeland.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Tim Utton menyimpulkan bahwasanya “At 3, you’re made for life” (pada usia 3 tahun, kamu dibentuk seumur hidup). Nyatalah bahwa pembelajaran pada anak usia dini lebih ditekankan pada pembentukan moral, yang bersumber dari keyakinan terhadap nilai agama yang benar.
Karena itu, komposisi kompetensi pada pendidikan anak usia dini, lebih diutamakan dalam membentuk sikap pembiasaan anak yang tumbuh dari aspek moral anak. Menstimulasi moral anak tidak cukup sekedar teori atau perintah saja. Karakteristik anak usia dini salah satunya adalah peniru. Anak membutuhkan contoh dan teladan untuk ditirukan, maka orang tua harus bisa menjadi teladan bagi anak.
Lickona (1992) mengemukakan tiga komponen karakter yang baik, moral knowing, moral feeling dan moral action. Jika anak telah melihat dan mengetahui kebaikan, adanya contoh dari orang tua atau guru, ia akan merasakan kebaikan itu, lalu menjadi  energi untuk menirukan dan mewujudkan dalam tindakan. Sikap/perilaku anak harus dikawal terus menerus dan konsisten. Jika tidak demikian, anak akan mudah ingat dan mudah hilang. Begitu juga dalam mengelola emosi sesuai situasi.
Berilah contoh berlaku jujur, bertanggung jawab, cara patuh kepada orang tua, cara menghormati guru, cara menyayangi, menghargai dan memaafkan teman. Jika ada kawan disakiti oleh kawan lain, tunjukkan kepada anak rasa empati dan peduli. Jangan biarkan anak ikut serta mentertawakan kawan yang sedang jatuh, atau mengejek kawan yang malu.
Motivasilah anak untuk percaya diri dan berani membela kebenaran dan cinta tanah air. Ajarkan anak ikhlas agar tidak pemarah dan bisa memaafkan, berbicara tidak berteriak, sopan santun. Ajari anak melakukan kebaikan dari hati, semata-mata karena cinta kepada Allah. Jangan ketika ada orang saja, atau mengharap imbalan dan pujian orang lain. Allah cinta anak yang berbakti, Allah cinta anak yang menyayangi teman.
Cara menstimulasi aspek nilai agama dan moral anak harus tetap memperhatikan prinsip pendidikan anak usia dini, yaitu menyenangkan dan sambil bermain. Sampaikan melalui bercerita, menyanyi, bersyair maupun bermain peran. Ceritakan dengan menyentuh hati, Hargailah yang dilakukan anak, agar semakin mencintai agama dan berakhlak mulia.
Melalui stimulasi nilai agama dan moral sejak usia dini, diharapakan kelak menjadi generasi yang beriman dan bertaqwa.



 Koran Padang Ekspres, Senin, 13 Juli 2020
Mohon saran dan masukan untuk kesempurnaan tulisan berikutnya, insyaAllah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar