Disangka MAMA MARAH
Wah... judulnya serem...
Hari ini aku memberi hadiah bacaan buku baru kepada teman-teman kecilku, cerdas mengelola emosi anak usia dini.
Anak-anak di kelasku seneng sekali jika dibacakan buku cerita.
Setelah salam, berdoa, pembukaan dan bercakap-cakap, aku sampaikan, "bu guru membawa hadiah buku baru...."
"Horeee!!!" Mereka bergembira.
Hari ini aku memberi hadiah bacaan buku baru kepada teman-teman kecilku, cerdas mengelola emosi anak usia dini.
Anak-anak di kelasku seneng sekali jika dibacakan buku cerita.
Setelah salam, berdoa, pembukaan dan bercakap-cakap, aku sampaikan, "bu guru membawa hadiah buku baru...."
"Horeee!!!" Mereka bergembira.
Belum kumulai menanyakan gambar apa, sebagian anak telah menebaknya. "Marah! Mama marah!"
Emmm... teman-teman, coba lihat.
Bismillahirrrahmanirrahiiimmm... kubuka plastik yang membungkus buku baru. Siapa tahu, ini gambar apa?
"Maraaah!" Sebagian anak bersorak.
"Oh iya? Siapa yang marah?" Tanyaku.
"Mamaaaa! Mama maraaaa!!!" Jawab mereka.
Ah, yang benar....
Benaaaar! Kompak mereka.
Tapi ada salah satu anak perempuan yang sudah mengenal bunyi huruf awal, menunjukkan wajah ketidak setujuannya.
Coba perhatikan mulut bu guru!!! ajakku.
"Mmmmmmammmma.
Ayo tirukan!
Mmmmammmma.
Huruf awalnya gimana bunyinya?" Tanyaku
"Mmmmmmmmmmm...." bagi yang sudah mengenal bunyi, mereka menjawab sambil merapatkan kedua bibir dengan mengeluarkan suara seperti bersenandung. Mmmmmmm!!!!
"Mmmmmmmmm, itu bunyi huruf apa?"
"Emmmmmmm!!!!"
Nah, coba lihat tulisan di buku ini.
Huruf awalnya apa?
Beberapa anak menjawab, "aaaaaaa!!!!!"
A? Sama gak dengan em?"
"Tidaaaaaak!!!!!
Sesudah a huruf apa"
"Kaaaaaaaa"
Lalu,
"Uuuuuuu"
Bunyinya?
"Kuuuuuuuu"
Coba dari awal, sambil jari telunjukku menunjuk ke huruf judul buku.
Anak-anak yang sudah mengenal bunyi dan huruf, perlahan setengah ragu, menyebut, "aaaaakuuuuuu..." mereka sambil tersenyum. Sepertinya kaget. Kok berbeda dengan bunyi em.
"Loh! Aku?" Jariku kutujukan ke dadaku sendiri.
A ku. Aku. Bukan mama kan?....
Mereka semua tertawa.
"Aku maraaaaaah!!!!!" Kata mereka.
Tunggu dulu, sayang...
Kita coba lagi....
Kulanjutkan menunjuk huruf berikutnya.
Huruf apa ini?"
Teeeeeeee!!!!!!
Iiiiiiiiiiiiiiiii!!!!!!
Tiiiiiiiiiiiii!!!!!!!!
Hebat!
Seterusnya?
Deeeeeeee!!!!!!
Aaaaaaaaaaa!!!!!!!!
Kita ulang yooook!
Tiiiiidaaaaaaaa!!!!!
Ada huruf terakhir, yang punya kaki.
Huruf apa hayoooo!
Ekkkkkkaaaa!!!!
Jadinya? Aku yang bantu, dak.
Tiiiiidak!
Tidak maraaaaahhh!!!!!!
Aku tidak maraaaaahhhh!!!!!
Masih juga kata-kata marah yang disebut. Sepertinya, marah menjadi menu sehari-hari nih....
Perlahan kuselami daya pikir dan minat mereka terhadap literasi dalam mencintai bacaan. Meningkatkan kecerdasan berbahasa mereka dalam membaca gambar, membaca tulisan, maupun mengungkapkan ide dan pendapat.
Sampai habis kata terakhir.
Terbaca semua kata dengan judul yang tertulis. Aku tidak berteriak.
Bismillahirrrahmanirrahiiimmm... kubuka plastik yang membungkus buku baru. Siapa tahu, ini gambar apa?
"Maraaah!" Sebagian anak bersorak.
"Oh iya? Siapa yang marah?" Tanyaku.
"Mamaaaa! Mama maraaaa!!!" Jawab mereka.
Ah, yang benar....
Benaaaar! Kompak mereka.
Tapi ada salah satu anak perempuan yang sudah mengenal bunyi huruf awal, menunjukkan wajah ketidak setujuannya.
Coba perhatikan mulut bu guru!!! ajakku.
"Mmmmmmammmma.
Ayo tirukan!
Mmmmammmma.
Huruf awalnya gimana bunyinya?" Tanyaku
"Mmmmmmmmmmm...." bagi yang sudah mengenal bunyi, mereka menjawab sambil merapatkan kedua bibir dengan mengeluarkan suara seperti bersenandung. Mmmmmmm!!!!
"Mmmmmmmmm, itu bunyi huruf apa?"
"Emmmmmmm!!!!"
Nah, coba lihat tulisan di buku ini.
Huruf awalnya apa?
Beberapa anak menjawab, "aaaaaaa!!!!!"
A? Sama gak dengan em?"
"Tidaaaaaak!!!!!
Sesudah a huruf apa"
"Kaaaaaaaa"
Lalu,
"Uuuuuuu"
Bunyinya?
"Kuuuuuuuu"
Coba dari awal, sambil jari telunjukku menunjuk ke huruf judul buku.
Anak-anak yang sudah mengenal bunyi dan huruf, perlahan setengah ragu, menyebut, "aaaaakuuuuuu..." mereka sambil tersenyum. Sepertinya kaget. Kok berbeda dengan bunyi em.
"Loh! Aku?" Jariku kutujukan ke dadaku sendiri.
A ku. Aku. Bukan mama kan?....
Mereka semua tertawa.
"Aku maraaaaaah!!!!!" Kata mereka.
Tunggu dulu, sayang...
Kita coba lagi....
Kulanjutkan menunjuk huruf berikutnya.
Huruf apa ini?"
Teeeeeeee!!!!!!
Iiiiiiiiiiiiiiiii!!!!!!
Tiiiiiiiiiiiii!!!!!!!!
Hebat!
Seterusnya?
Deeeeeeee!!!!!!
Aaaaaaaaaaa!!!!!!!!
Kita ulang yooook!
Tiiiiidaaaaaaaa!!!!!
Ada huruf terakhir, yang punya kaki.
Huruf apa hayoooo!
Ekkkkkkaaaa!!!!
Jadinya? Aku yang bantu, dak.
Tiiiiidak!
Tidak maraaaaahhh!!!!!!
Aku tidak maraaaaahhhh!!!!!
Masih juga kata-kata marah yang disebut. Sepertinya, marah menjadi menu sehari-hari nih....
Perlahan kuselami daya pikir dan minat mereka terhadap literasi dalam mencintai bacaan. Meningkatkan kecerdasan berbahasa mereka dalam membaca gambar, membaca tulisan, maupun mengungkapkan ide dan pendapat.
Sampai habis kata terakhir.
Terbaca semua kata dengan judul yang tertulis. Aku tidak berteriak.
Sebelum kubacakan nyaring isi buku, aku masih penasaran.
Dibenakku masih menari-nari mencari jawaban. Mengapa anak bilang itu gambar mama marah?
Dengan terpaksa ditengah perjalanan membaca buku, kulontarkan pentanyaan.
Teman-teman, mengapa teman-teman mengatakan itu gambar mama marah?
Mereka tersenyum.
Sambil kukurangi volume suaraku, emang, mama suka marah, ya?
Mereka saling memandang kawan sambil tersenyum.
Ok, senyum mereka menunjukkan keraguan. Karena hati mereka pasti mengakui bahwa yang paling sayang kepada mereka adalah mamanya. Apalagi sering aku bercerita kisah jasa mama.
Lalu kutanya, "mama siapa yang biasanya marah?"
Dari 15 anak, hampir semua angkat tangan.
Yang tidak angkat tangan, hanya satu orang.
Kudekati dan kutanya, "Zahra, mama tidak pernah marah, nak?"
Ia geleng kepala, lalu menjawab, "tidak."
MasyaAllah... pantas sekali.
Zahra selalu tersenyum. Dijauhi temannya, diganggu temannya, setiap hari hanya tersenyum. Ceria dansemangat. Menurut pengamatan saya sebagai gurunya, Zahra tidak pernah menyakiti temannya.
Hebat, mamanya...
Dibenakku masih menari-nari mencari jawaban. Mengapa anak bilang itu gambar mama marah?
Dengan terpaksa ditengah perjalanan membaca buku, kulontarkan pentanyaan.
Teman-teman, mengapa teman-teman mengatakan itu gambar mama marah?
Mereka tersenyum.
Sambil kukurangi volume suaraku, emang, mama suka marah, ya?
Mereka saling memandang kawan sambil tersenyum.
Ok, senyum mereka menunjukkan keraguan. Karena hati mereka pasti mengakui bahwa yang paling sayang kepada mereka adalah mamanya. Apalagi sering aku bercerita kisah jasa mama.
Lalu kutanya, "mama siapa yang biasanya marah?"
Dari 15 anak, hampir semua angkat tangan.
Yang tidak angkat tangan, hanya satu orang.
Kudekati dan kutanya, "Zahra, mama tidak pernah marah, nak?"
Ia geleng kepala, lalu menjawab, "tidak."
MasyaAllah... pantas sekali.
Zahra selalu tersenyum. Dijauhi temannya, diganggu temannya, setiap hari hanya tersenyum. Ceria dansemangat. Menurut pengamatan saya sebagai gurunya, Zahra tidak pernah menyakiti temannya.
Hebat, mamanya...
Lalu kubacakan cerita dalam buku tersebut. Anak-anak sangat antusias, penasaran dan.... hanyut dalam samudera kasih sayang...
Kasih sayang kepada mama yang selalu sabar dan sayang kepada anak.
Maka anak tidak boleh berteriak kepada mama. Sebagaimana Q.S (Al-'Isrā'):23 - Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Kasih sayang kepada mama yang selalu sabar dan sayang kepada anak.
Maka anak tidak boleh berteriak kepada mama. Sebagaimana Q.S (Al-'Isrā'):23 - Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dari kisah tersebut, kutemukan pelajaran indah, apa, bagaimana dan mengapa serta siapa yang berperan besar dalam proses mengasah kecerdasan spiritual, sosial emosional serta intelektual anak.
Semoga bermanfaat...
Semoga bermanfaat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar